Ha?
Dahi Jocie berkerut, matanya terbelalak. Memandang aneh lelaki yang kini berada dalam rangkulan ayahnya. Ia memiliki rambut yang sama warnanya dengan miliknya. Tapi ia tak mengenalnya. Ia sangat yakin tak mengenalnya. Hanya saja seperti tampak akrab. Seakan ini bukan pertama kali mereka bertemu.
"Kau tau siapa dia?" tanya Dadnya.
Dan si lelaki muda yang kira-kira seumuran dengannya itu hanya tersenyum. Waw, pikirnya. Aku mengenal senyum itu. Ya, yang menghasilkan lesung pipi. Kemudian lelaki itu mengulurkan tangannya ke arah Jocie. Jocie ragu untuk menyambut tangan lelaki itu.
"Kakaaaaak" sebuah teriakan dari seorang anak perempuan dengan rambut dikepang dan memegang boneka. Anak itu berlari menghampiri lelaki yang kini masih menunggu sambutan tangan dari Jocie.
Jocie menyambut tangan lelaki itu. Namun segera melepaskannya lagi. Ia tersenyum pada ank perempuan itu. Siapa lagi anak ini? Pikirnya.
"Ini Lila. Anak Mom, ya, adikku," kata lelaki itu mengenalkan anak perempuan yang sedang tersenyum itu kepada Dad.
"Lil, ini Arthur, Dad-ku," Lelaki itu memperkenalkan anak perempuan itu kepada ayah Jocie.
"Hai,Lila," sahut ayahnya.
"Hai, Arthur, senang berkenalan denganmu," anak itu tersenyum.
"Anak manis," kata Arthur lagi.
"Ini Jocelyn," lelaki itu memperkenalkan Lila kepada Jocie.
Jocie tersenyum dan menyalami anak perempuan itu. Mungkin ia baru enam tahun.
"Oh, ayo kita segera menuju istana," kata Dad.
Mereka semuapun mulai membawa koper-koper dan berjalan menuju mobil yang dibawa oleh seorang supir dan lelaki muda itu. Kata Daddynya, sebenarnya itu mobil milik mereka. Dan sekarang mereka akan menuju rumah baru mereka.
"Jocie," panggil lelaki muda itu. Ia berjalan di sebelah Jocie.
Jocie hanya menoleh ke arah lelaki itu tanpa sepatah katapun. "Kau benar-benar tak tau siapa aku?" katanya. Jocie terlonjak hatinya. Ia bingung, karena kata-kata itu terasa seakan dia melupakan lelaki itu. Padahal ia tidak ingat sama sekali. Apakah ia pernah bertemu orang ini sebelumnya?
Jocie menghemuskan napas panjang. Ia tampak berpikir, lalu menunduk, "aku minta maaf," katanya.
"Tak apa. Butuh waktu memang," lelaki itu tersenyum, lalu tertawa,"cuci otak?" tanyanya.
"Cuci otak?" Jocie tampak bingung,"siapa yang dicuci otak?"
"Sudahlah, lupakan saja."
Mereka menaiki mobil. Sepanjang jalan Jocie hanya terdiam. Sesekali Arthur berbicara dengan lelaki itu. Sedangkan Jocie hanya memandangi pemandangan di luar kaca mobil. Melihat jalanan Inggris.Dan membayangkan betapa beratnya hari-harinya kedepan. Ia harus mengalami serangkaian perkenalan di sekolah. Dan itu sangat menyebalkan baginya.
Bukan pertama kalinya ia tinggal di negara ini. Ini memang negara asalnya. Ia memang tidak lahir disini. Tapi kedua orang tuanya asli Inggris. Ia lahir di Hawaii. Setahunya, orang tua mereka pindah ke Hawai setelah mereka menikah. Tapi ia pernah tinggal di negara ini sebentar, sebelum mereka tinggal di spanyol. Hanya beberapa bulan tinggal di Inggris... setelah itu ia hanya tinggal bersama Daddy.
Ya ampun, pikirnya. Ada sesuatu yang salah. Oh, bukan, sesuatu yang terlupakan. Dimana Mommy saat ini? Ia memejamkan matanya. Sudah berapa lama ia tak memikirkan ini? Ia hanya ingat ia mempunya Daddy. Cuci otak? Apakah kehidupan barunya bersama Daddy mencuci otaknya? Hidupnya hanya terpikirkan untuk bisa mendapatkan teman di tempat tinggalnya, di sekolah-sekolah barunya. Dan ia melupakan masa lalunya.
Ya, benar, ia hanya ingat ia harus melakukan sesuatu yang bisa membuatnya survive di sekolah barunya atau ia harus tahan mental saat dikerjai oleh teman-teman barunya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia menoleh ke arah lelaki yang duduk di sebelahnya. Lalu berpikir kembali.
Jocie mempunyai masa lalu. Ya, Jocelyn memiliki sejarah. Ia mencoba mengingat mulai dari Hawaii. Mommy dan Daddy tinggal di Hawaii. Lalu Mommy hamil dan melahirkan sorang Jocelyn....dan..napas Jocie tercekat. Matanya membelalak. Ia segera mengalihkan wajahnya kepada lelaki muda yang sejak tadi memuatnya bingung. Secara refleks ia menggenggam tangan lelaki itu.
"DREW!" pekiknya.
Lelaki itu tersenyum dan segera memeluknya erat. Membelai kepalanya. Daddy yang duduk di kursi depan terdengar senang karena putrinya berhasil mengingat saudara kembarnya. Ya, saudara kembarnya. Andrew adalah saudara kembar Jocelyn.
"Sudah kuduga kau tak mungkin melupakannya, Joc," kata Daddy.
Jocie menangis. Tapi ia tau dirinya bahagia. Ya ampun. Ini Drew, bagaimana mungkin ia bisa lupa dengan orang yang berbagi rahim Mommynya dulu? Ia memeluk Drew erat.
"Aku tau kau nggak akan melupakan orang setampan aku," ujar Drew.
Dengan segera Jocie melepaskan pelukannya. Dan mencubit lengan saudaranya itu. Ia tersenyum. Lalu tertawa.
"Bicara apa kau?" tanya Drew.
"Aku hanya bicara sesuai kenyataan. Aku memang tampan kan?" balas Drew.
Jocie pun tertawa terbahak-bahak. Mungkin ini pertama kalinya ia bisa tertawa selepas ini. Ia senang dan tak merasa ragu untuk tertawa. Ia tau. Memang, Drew memang seorang lelaki yang tampan.
Lila memandang mereka dengan bingung.
"Lila sayaang, ini Jocie, kakakmu juga," kata Drew pada gadis kecil itu.
Jocie hanya tersenyum walau ia tak mengerti apa maksud Drew.
Mobil mereka berhenti di sebuah restauran. Tetapi Drew dan Lila malah pergi.
"Maaf, Daddy. Aku akan membawa Lila kepada Mommy dahulu."[]
Sabtu, 22 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar