Jocie memandang muram saudara kembarnya. Tidak tahu harus menjawab apa. Dan hanya bisa menghela nafas panjang.
"Joc.. kau tidak apa-apa?" tanya Drew bingung.
"Drew.." Jocie menimbang-nimbang jawabannya, "apa Dad tidak menceritakan sesuatu tentang..ya.. sekolahku," akhirnya Jocie mangatakannya.
Ya, mungkin sebaiknya aku mengatakan pada Drew, pikir Jocie. Sejak dulu Jocie memang merasa butuh menceritakan masalahnya ini, tapi tidak tahu harus menceritakannya pada siapa. Setiap ia di tempat baru, tidak ada orang yang dikenalnya, bakan Dad-nya terlalu sibuk untuk diajak bicara masalah seperti ini.
Namun kali ini, Jocie berpikir Drew bukanlah orang lain bagi dirinya, setidaknya di masa lalunya. Walau sekarang masih terasa canggung, namun Drew-lah satu-satunya orang yang mungkin bisa ia ajak berbagi.
"Hey, ceritalah, tidak mungkin Dad menceritakan semua hal padaku, waktu bicara aku dan Dad kan juga tidak terlalu banyak," jawab Drew.
Jocie berpikir sejenak. "Drew, aku... bukan orang yang mudah bergaul, ya, terutama di tempat baru. Walau aku sering pindah, dan itulah satu-satunya masalah terbesarku."
"Kau kan punya aku sekarang. Aku kan bukan orang baru untukmu," Drew tersenyum. Tangannya menggenggam tangan Jocie.
Seketika Jocie seperti tersengat listrik. Ada sesuatu yang ia rasakan dulu hilang, dan kini tiba-tiba memenuhi tubuhnya. Dan ia mulai menyadari sesuatu. Ia sangat merindukan Drew. Drew yang saudara kembarnya, Drew yang dulu selalu bersamanya, Drew yang ia tangisi saat mereka berpisah, Drew yang sangat ia sayangi....Jocie menahan airmata yang tiba-tiba ingin mengalir dari matanya.
" Jocie, kau kenapa? Apa kata-kataku salah barusan?" Drew panik melihat air mata Jocie yang tiba-tiba mengalir tanpa bisa ditahan.
"Maaf, Drew.." Jocie menghapus airmatanya yang belum juga berhenti, "huh, kenapa aku begitu mudah menangis," Jocie tersedu-sedu.
Drew mencoba memeluk saudaranya dengan canggung, "tapi kenapa kau menangis tiba-tiba?"
Jocie tersenyum dalam tangisnya, "maaf ya, Drew, aku terlalu mudah mengeluarkan airmataku walau aku tidak menginginkannya. Yang lebih parah, aku sulit menghentikannya saat airmataku sudah keluar."
Drew tersenyum. Mencoba memahami, betapa ia ingin memeluk gadis dihadapannya ini. Gadis itu terihat rapuh, dan Drew sedih selama bertahun-tahun tidak berada disisinya.
"Drew, bolehkah aku meminta sesuatu padamu?" tanya Jocie.
"Apapun," jawab Drew cepat.
"Tolong... " mata Jocie masih berkaca-kaca ,"bantu aku untuk merasakan kita sedekat dulu, sebelum kita berpisah.."
Senyum Drew terukir, dan sangat terlihat dia menyukai permintaan Jocie. Permintaan kembarannya ini sangat berarti baginya. Akhirnya Jocie yang dia rindukan kembali, Jocie yang dulu selalu berada di dekatnya...
"Tentu Jocelyn," Drew tidak bisa menahan bahagianya. Terlalu bahagia bisa kembali bersama orang yang dulu selalu berada di dekatnya, bahkan sejak dalam kandungan Mom-nya.
" Kalau begitu, aku sekolah di tempat kau sekolah sekarang saja," Jocie tersenyum lebar.
"Aku senang kau memilih sekolah bersamaku, itu ide bagus. Aku pikir kau mau menghindar dariku," jawab Drew.
"Kenapa aku harus menghindarimu?" tanya Jocie.
"Lagian tadi kau kan tidak mengenalku saat kita bertemu di bandara," mereka berdua tertawa.
Jocie tersenyum, air matanya sudah benar-benar berhenti. Ia menggenggam tangan Drew, "Drew, peluk aku," pintanya.[]
Sabtu, 23 Juni 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar